Sebagai orang jawa tulen, tentu masih mengenal sistem penanggalan jawa yang berbeda putarannya dengan sistem kalender masehi. Orang jawa menggabungkan perhitungan hari senin sampai minggu dengan lima hari pasaran yaitu wage, kliwon, legi, pahing, dan pon.
Jadi ingat, di dusunku sana, sampai sekarang perhitungan pasaran masih tetap dipakai untuk menandai kapan orang harus ke pasar untuk menjual barang-barang hasil panen ladang dan membeli bahan makanan yang dikenal dengan hari pasaran. Hari pasaran tiap desa/kecamatan berbeda-beda.
Di dusun kecilku yang bernama Pagergunung, yang berada di wilayah kecamatan Pringsurat, kabupaten Temanggung, hari pasaran adalah hari wage dan pahing. Karena perputaran pasaran adalah lima hari, maka hari pasaran bisa terjadi 2-3 kali seminggu.
Sejak kecil, aku sangat menyukai hari pasaran, karena jika hari pasaran aku bisa menikmati jajanan dan makanan yang tidak ada di hari-hari biasa. Berbagai jajanan kampung seperti jenang candil, cethil atau cenil, glanggem, tahu susur/tahu isi, bakwan, dll. Selain itu ada juga makanan yang sampai sekarang sangat kusukai yaitu Bubur Terik. Bubur Terik seperti halnya bubur biasa, tetapi menggunakan kuah gulai tahu dengan warna yang kuning menarik. Rasanya yang gurih sungguh yummy dinikmati sebagai penghangat perut dipagi hari yang dingin. Bubur terik biasanya untuk anak-anak dan balita karena rasanya tidak pedas, sedangkan untuk orang dewasa biasanya lebih memilih bubur dengan empis-empis tempe/tahu dan pecel.
Huft...semua makanan itu selalu membuatku merindukan kampung halaman. Meskipun sekarang begitu banyak jenis makanan, bahkan yang dulu dianggap makanan elit, tetap saja lidah kampungku lebih menyukai makanan kampung, terutama bubur terik dan tahu susur. Setiap kali mengingatnya, selalu ingin pulang. Sayangnya, aku hanya bisa pulang pada waktu libur sekolah atau libur lebaran. Mudah-mudahan liburan ini aku sudah bisa pulang selamanya ke jawa, jika mutasiku disetujui.
Kampung halamanku.....selalu kurindu
